DILAN Bareng AAKI : “Stocktaking Public Policy Gap di tengah COVID-19”

AAKI,  5 Mei 2020. Dalam rangka membangun kesepahaman mengenai isu focus, besaran dan sebaran permasalahan berikut skala prioritas intervensi yang diperlukan untuk mencari solusi bersama, merespon dan mengantisipasi dampak Pandemi Covid-19 dalam perspektif policy making, Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) bekerjasama dengan PT. Telkom dan The Habibie Center (THC), menyelenggarakan Diskusi Online dengan tema: “Stocktaking Public Policy Gap di tengah COVID-19”. “Diskusi Soal Kebijakan (DILAN) bareng AAKI” dilaksanakan pada Kamis, 30 April 2020 melalui platform Zoom yang diikuti para Analis Kebijakan dari seluruh Indonesia dan para anggota AAKI lintas instansi dan profesi. Acara yang bertujuan meningkatkan keterlibatan analis kebijakan dalam memformulasikan kebijakan yang tepat dalam rangka merespond dinamika bermasyarakat, cukup menarik perhatian audience terbukti dari jumlah pendaftar yang membludak melebihi dari target awal yang tadinya hanya 100 Peserta menjadi lebih dari 250 peserta pendaftar yang menyebabkan panitia harus menambah media penyebaran informasi diskusi via Youtube.

Ketua AAKI, DR. Ing. Totok Hari Wibowo, M.Sc (Analis Kebijakan Kemenko Perekonomian), yang sekaligus menjadi Moderator acara ini mengatakan even kali ini menjadi sangat penting dan spesial bagi AAKI dan Analis Kebijakan diseluruh Indonesia khususnya dalam rangka menemukan informasi yang lebih akurat mengenai item-item yang perlu diintervensi dalam perspektif policy making. Menurut analisa lulusan Program Doktor Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST) Japan ini, kita perlu mengetahui permasalahan apa dan dimana dalam skala priorias yang bisa kita tangani. Tidak hanya itu, momen ini juga menjadi peluang bagi Analis Kebijakan dimana kita ingin menciptakan lebih banyak konteks dan tentu saja menemu kenali solusi yang tepat untuk setiap permasalahan kebijakan publik yang ada di tengah-tengah masyarakat khususnya terkait COVID – 19. AAKI melihat permasalahan COVID-19 ini dari perspektif yang berbeda, bukan hanya fokus pemecahan solusi yang dibutuhkan saat ini, namun juga “what next” and “what should we do in the future?”.

Yang tidak kalah menarik dari even ini adalah hadirnya para narasumber yang cukup pakar di bidangnya diantaranya Prof. Dr. Soffian Effendi, B.A., M.A., M.P.I.A., Ph.D., beliau adalah akademisi Indonesia yang merupakan Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada. Beliau juga pernah menjbat sebagai Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara tahun 2014-2019, Rektor Universitas Gadjah Mada dari tahun 2002-2007 dan menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada tahun 1999 hingga 2000. Asisten Menteri Negara Riset dan Teknologi 1995−1998 serta Sekretaris Eksekutif Dewan Riset Nasional 1995−1998. Disampaikan Prof. Sofian dalam paparannya bahwa di Indonesia, pandemi COVID-19 direspond oleh pemerintah dengan menggunakan kebijakan reaktif dan adhoc. Jika dibandingkan dengan Vietnam, negara sentralistik, yang angka kematiannya nol, dapat diketahui bahwa komando pemerintah diikuti secara disiplin dari pusat hingga daerah. Sedangkan Indonesia saat ini telah berubah dari negara sentralistik menjadi demokratis yang banyak memberi kewenangan kepada daerah dalam konstruksi kebijakan konkuren sehingga banyak kebijakan masih harus dihadapkan kepada sistem birokrasi yang belum cukup responsif. Komunikasi sangat penting untuk mentrace sejarah penyebaran COVID-19 untuk menemukan solusi yang pas dan tepat atas permasalahan yang ada. Sarana teknologi komunikasi dan informasi sangat penting dimanfaatkan dalam kondisi seperti ini. Selain itu, Gap selanjutnya yang perlu menjadi perhatian adalah Gap antara Policy yang sudah dirumuskan pemerintah dengan pelaksanaanya. Prof. Sofian menyoroti di Indonesia secara umum sebenarnya sudah ada Policy yang berhasil dituangkan dalam peraturan perundang-undangan secara baik, namun terkendala ketika proses implementasinya. Meskipun sebenarnya COVID-19 ini akan menjadi sebuah peluang yang baik jika kita bisa memanfaatkannya dengan maksimal. Prof. Sofian memberikan catatan misalnya Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam hal sumber daya alam untuk bahan baku obat-obatan yang melimpah, menurutnya hal ini sebaiknya menjadi perhatian khusus agar dapat dimanfaatkan dan diteliti lebih lanjut baik untuk pencegahan maupun pengobatan COVID-19.

Sementara pakar Kebijakan Publik lainnya, Dr. Riant Nugroho (Dewan Pakar AAKI, Dosen Program Pascasarjana FISIP UI), mengatakan dalam COVID-19 sebenarnya tidak ada kebijakan meminimalisir resiko, karena tidak ada batas-batas resiko, hal ini karena berhubungan dengan nyawa dan penyebaran yang tidak terdeteksi oleh teknologi terkini secara handal, oleh karena itu dinamikanya relatif tidak punya batas. Problem kita umumnya kita salah dalam memetakan pendekatan kebijakan sehingga kesulitan dalam membuat kebijakan yang kuat. Senada dengan Prof. Sofian Effendi, Dr. Riant Nugroho mengatakan untuk memformulasikan solusi terhadap kasus COVID-19 ini kita perlu melakukan penguatan dalam hal data, Intelectual Policy, Organic Policy. Dalam kondisi bencana seperti ini menurutnya kita tidak boleh mengatakan satupun kebijakan tidak akan dipakai, karena kita tidak tahu kondisi terburuk apa yang bisa terjadi di depan. Menurutnya, kolaborasi dan koordinasi menjadi sangat penting dalam penyelesaian COVID-19, baik antara pemerintah pusat dan daerah, maupun lintas golongan dan lintas partai. Artinya dalam kondisi bencana semua potensi harus kita manfaatkan untuk sama-sama mencari penyelesaian atas permasalahan yang ada. Manajemen resiko juga menjadi sangat penting sebagai suatu bekal pembelajaran kasus serupa jika suatu waktu terjadi di masa yang akan datang. Beliau juga mengatakan dalam kasus emergensi semua warga negara Indonesia bisa berkontribusi dalam penyelesaian masalah seperti COVID-19 ini. Kita bisa mengkaji dari semua tawaran-tawaran kebijakan yang tersedia mana pilihan kebijakan yang terbaik. Kedepan menurutnya kita perlu melakukan pemetaan lebih rinci kebijakan apa yang pas dilakukan pada saat pra kejadian, saat terinfeksi, saat sudah menyebar, dan saat pandemi selesai. Kebijakan dihadirkan untuk menjadi solusi, jika memang perlu dilakukan dan dapat menjadi solusi maka lakukan saja. Selanjutnya beliau juga merekomendasikan membangun keselarasan peraturan perundang-undangan antara Health Security dengan Economi Security, peran kelembagaan, dan desentralisasi penanganan COVID-19. Di akhir Dr. Riant merekomendasikan kita juga perlu membangun sebuah entitas yang diistilahkan sebagai “Covid19 Response Policy Advisory Group” yang berisi siapa saja yang peduli dengan permasalahan Covid19 ini baik dari kalangan akademisi maupun masyarakat lainnya yang peduli untuk mempercepat penanganan bencana Covid19. Gambar dibawah ini mengambarkan bagaimana ilustrasi “Covid19 Response Policy Advisory Group”:

Sumber : Riant Nugroho, 2020

Melihat dari perspektif yang berbeda, narasumber yang ketiga Marcelino Pandin, P.hD (Dewan Pakar AAKI, Komisaris PT. Telkom), menyatakan ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian (Policy GAP) dalam menghadapi COVID-19 yaitu : data, keuangan, logistik, komunikasi publik, partisipasi masyarakat, dan visi yang kuat. Penjelasan lebih lanjut: 1).Data; bagaimana industri telekomunikasi dan informasi diprediksi menjadi generator pertumbuhan diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Fungsi data sebenarnya dapat digunakan untuk menyusun solusi penanggulangan untuk COVID-19, diawali dengan prediksi-prediksi, dan peningkatan akurasi data menjadi sangat penting. Data juga dapat menjadi platform, K/L Pusat dan Daerah, dan Lembaga-lembaga lain termasuk masyarakat umum untuk berkoordinasi. Data juga dapat menjadi dasar akuntabilitas publik dan menjadi informasi apakah kebijakan publik dieksekusi dengan baik atau tidak, juga menjadi dasar kepercayaan publik, dan dasar pemerintah menjadi aggregator. Data juga dapat menjadi dasar yang digunakan untuk membantu teman-teman di daerah (desentralisasi) sebagai evidence base policy agar intervensi yang dilakukan tepat. 2). Keuangan; penyusunan realokasi/refocusing anggaran, isu likuiditas (pemerintahan dan swasta), ini menjadi isu besar karena jika pandemi ini berlangsung lama maka semua sumber-sumber ekonomi akan menjadi kering, psycal distancing menyebabkan orang tidak bertemu yang artinya transaksi pembayaran akan beralih ke metode e-payment, pembayaran online menjadi sebuah potensi dan cara-cara baru melakukan transaksi. 3). Logistik; misalnya Bansos; bagaimana agar bantuan yang ingin kita sampaikan tepat sasaran, tidak double dll. Hal ini jika tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi isu krusial. Telemedicine; konsultasi jika ada masalah penyakit dengan dokter secara virtual dll. WFH (Work From Home); ini juga akan menjadi isu penting karena akan menjadi new normal, bukannya pekerjaan berkurang justru kebutuhan untuk Video Conference menjadi banyak sekali. E-Education juga isu untuk public policy, karena kondisi saat ini tidak hanya orang tua yang tidak mampu menjadi fasilitator pendidikan dirumah, tapi juga guru tidak disiapkan untuk e-education ini, E-Commerce juga public policy isu tetapi mereka cepat sekali dalam menangkap peluang yang ada saat ini. 4) Komunikasi Publik; dengan memanfaatkan media sosial, TV, koran, radio secara maksimal untuk menanggulangi pandemic COVID-19, baik pada saat terjadi maupun pemulihannya nanti. 5). Partisipasi Masyarakat; emosional support terhadap korban Pandemi Covid19, solidaritas sosial, inisiatif lokal, relawan. 6). Visi Kuat; Bagaimana visi dari pimpinan nasional untuk membawa melewati situasi melewati bencana, bagaimana membangun harapan, bagaimana memulihkan, hal ini yang perlu diperkuat.

Dari semuanya itu, maka dari sisi telekomunikasi Stock-Taking Public Policy Gap yang perlu menjadi perhatian khusus kurang lebih ada 6 hal :1). Privacy data vs keselamatan publik (social scoring & tracing) & preparedness), 2). Akselerasi digitalisasi vs budaya tunai dan tatap muka, 3). Cybersecurity & pendidikan masyarakat, 4). Inovasi digital & temuan audit kerugian negara, 5). Digital Gap – tidak ada/kurang dan tidak terjangkau akses internet 6). Future of work – otomasi vs PHK, struktur organisasi.

Rekomendasi Kebijakan Penanganan COVID-19 :

  1. Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam hal sumber daya alam untuk bahan baku obat-obatan yang melimpah, hal ini sebaiknya menjadi perhatian khusus agar dapat dimanfaatkan dan diteliti lebih lanjut baik untuk pencegahan maupun pengobatan COVID-19.
  2. Dinamika COVID-19 relatif tanpa batas, maka usaha untuk memformulasikan solusi terhadap kasus COVID-19 ini juga tanpa batas; dapat dimulai dengan melakukan penguatan dalam hal tabulasi data, Intelectual Policy, dan Organic Policy Implementation.
  3. Dalam kondisi bencana kita tidak boleh mengatakan satupun kebijakan tidak akan dipakai, karena kita tidak tahu kondisi terburuk apa yang bisa terjadi di depan. Jadi semua potensi kebijakan dapat mungkin kita gunakan sebagai sarana menyelesaikan permasalahan bencana COVID-19.
  4. Kolaborasi dan koordinasi menjadi sangat penting dalam penyelesaian COVID-19, baik antara pemerintah pusat dan daerah, maupun lintas golongan dan lintas partai. Artinya dalam kondisi bencana semua potensi harus kita manfaatkan untuk sama-sama mencari penyelesaian atas permasalahan yang ada. Dalam kasus emergensi semua warga negara Indonesia bisa berkontribusi dalam penyelesaian masalah seperti COVID-19 ini. Kita bisa mengkaji dari semua tawaran-tawaran kebijakan yang tersedia mana pilihan kebijakan yang terbaik
  5. Manajemen resiko juga menjadi sangat penting sebagai suatu bekal pembelajaran kasus serupa jika suatu waktu terjadi di masa yang akan datang.
  6. Kita perlu melakukan pemetaan lebih rinci kebijakan apa yang pas dilakukan pada saat pra kejadian, saat terinfeksi, saat sudah menyebar, dan saat pandemi selesai. Kebijakan dihadirkan untuk menjadi solusi, jika memang perlu dilakukan dan dapat menjadi solusi maka lakukan saja.
  7. Perlunya membangun keselarasan peraturan perundang-undangan antara Health Security dengan Economi Security, peran kelembagaan, dan desentralisasi penanganan COVID-19.
  8. Perlu membangun sebuah entitas yang diistilahkan sebagai “Covid19 Response Policy Advisory Group” yang berisi siapa saja yang peduli dengan permasalahan Covid19 ini baik dari kalangan akademisi maupun masyarakat lainnya yang peduli untuk mempercepat penanganan bencana Covid19.
  9. Pengembangan Social Inovation Platform; Melihat Covid19 dari sisi optimis, dimana dapat sebagai penentu norma, penentu new normal dan game changer. Kita dan seluruh umat manusia di dunia saat ini harus dapat menerima (to adopt) dan menyikapi dengan baik (to adabt), karena siapa yang dapat melakukan adobsi dan adabtasi yang baik, maka dia yang akan unggul. Indonesia dalam batas-batas nilai yang bisa diterima sebenarnya berada dalam posisi diuntungkan karena kita masuk atau dimasukkan dalam pertandingan yang lebih fair. Bukan seperti stratifikasi yang ditentukan oleh keunggulan teknologi atau kematangan pasar, tetapi lebih kepada akal budi (EQ).
  10. Beberapa hal yang harus menjadi perhatian dalam menghadapi COVID-19 yaitu :
    1. Data; bagaimana industri telekomunikasi dan informasi diprediksi menjadi generator pertumbuhan diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Fungsi data sebenarnya dapat digunakan untuk menyusun solusi penanggulangan untuk COVID-19, diawali dengan prediksi-prediksi, dan peningkatan akurasi data menjadi sangat penting. Data juga dapat menjadi platform, K/L Pusat dan Daerah dan Lembaga-lembaga lain termasuk masyarakat umum untuk berkoordinasi. Data juga dapat menjadi dasar akuntabilitas publik dan menjadi informasi apakah kebijakan publik dieksekusi dengan baik atau tidak, juga menjadi dasar kepercayaan publik, dan dasar pemerintah menjadi aggregator. Data juga dapat menjadi dasar yang digunakan untuk membantu teman-teman di daerah (desentralisasi) sebagai evidence base policy agar intervensi yang dilakukan tepat.
    2. Keuangan; penyusunan realokasi/refocusing anggaran, isu luikuditas (pemerintahan dan swasta), ini menjadi isu besar karena jika pandemi ini berlangsung lama maka semua sumber-sumber ekonomi akan menjadi kering, physical distancing menyebabkan orang tidak bertemu yang artinya transaksi pembayaran akan beralih ke metode e-payment, pembayaran online menjadi sebuah potensi dan cara-cara baru melakukan transaksi.
    3. Logistik; misalnya Bansos; bagaimana agar bantuan yang ingin kita sampaikan tepat sasaran, tidak double dll. Hal ini jika tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi isu krusial. Telemedicine; konsultasi jika ada masalah penyakit dengan dokter secara virtual dll. WFH (Work From Home); ini juga akan menjadi isu penting karena akan menjadi new normal, bukannya pekerjaan berkurang justru kebutuhan untuk Vidio Conference menjadi banyak sekali. E-Education juga isu untuk public policy, karena kondisi saat ini tidak hanya orang tua yang tidak mampu menjadi fasilitator pendidikan dirumah, tapi juga guru tidak disiapkan untuk e-education ini, E-Commerce juga public policy isu tetapi mereka cepat sekali dalam menangkap peluang yang ada saat ini.
    4. Komunikasi Publik; dengan memanfaatkan media sosial, TV, koran, radio secara maksimal untuk menanggulangi pandemic COVID-19, baik pada saat terjadi maupun pemulihannya nanti.
    5. Partisipasi Masyarakat; emosional support terhadap korban Pandemi Covid19, solidaritas sosial, inisiatif lokal, relawan.
    6. Visi Kuat; Bagaimana visi dari pimpinan nasional untuk membawa melewati situasi melewati bencana, bagaimana membangun harapan, bagaimana memulihkan, hal ini yang perlu diperkuat.
  11. Dari sisi telekomunikasi Stock-Taking Public Policy Gap yang perlu menjadi perhatian khusus kurang lebih ada 6 hal :
    1. Privacy data vs keselamatan publik (social scoring & tracing) & preparedness)
    2. Akselerasi digitalisasi vs budaya tunai dan tatap muka
    3. Cybersecurity & pendidikan masyarakat
    4. Inovasi digital & temuan audit kerugian negara
    5. Digital Gap – tidak ada/kurang dan tidak terjangkau akses ke internet
    6. Future of work – otomasi vs PHK, struktur organisasi

AAKI sebagai mediator /boundary spanner antara organisasi dan lingkungan eksternalnya, mesti berupaya memetakan area strategis mana saja yang harus diintervensi, dapat digambarkan dalam matriks sebagai berikut:

Tim Penyusun Rekomendasi Kebijakan AAKI :
1. Prof. Dr. Soffian Effendi, B.A., M.A., M.P.I.A., Ph.D (Ketua The Habibie Center)
2. Dr. Riant Nugroho (Dewan Pakar AAKI, Dosen Program Pascasarjana FISIP UI)
3. Marcelino Pandin, P.hD (Dewan Pakar AAKI, Komisaris PT. Telkom)
4. DR. Ing. Totok Hari Wibowo, M.Sc (Ketua AAKI, Analis Kebijakan Kemenko Perekonomian)
5. Ayurisya Dominata,S.IP, M.A (Analis Kebijakan LIPI)
6. Dr. Siti Annisa Silvia Rossa (Analis Kebijakan LIPI)
7. Dara Mitra Wismaningrum, S.KM (Analis Kebijakan Kemenkes )
8. Ir. Nani Rohaeni, M.P (Analis Kebijakan Pemda Garut)

Komaskasi #1-2

Leave Comment